Newest Post

cinta yang mengharukan

|
Baca selengkapnya »

~""cinta yang mengharukan""~

Sahabat Pembaca, artikel ini merupakan kisah nyata. Sebuah kisah pernikahan Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri dengan Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz yang penuh dengan perjuangan, tantangan menghadang untuk sebuah tujuan mulia untuk mengabadikan cinta mereka di jalan Allah. Mereka berusaha tegar, berusaha sabar, dan tidak henti-hentinya meraih obsesi untuk kemaslahatan ummat ditengah penderitaan mereka. Roda kehidupan selalu berputar, demikian pula penderitaan mereka, Alhamdulillah, kini kebahagiaan mereka peroleh. Membaca kisah ini, nyaris saya membaca sebuah novel cinta, tetapi sungguh kisah mereka melebihi kisah di novel cinta. Insha allah, kisah ini cinta ini adalah nyata dan menyentuh hati. Saya harap kisah ini membawa hikmah dan perenungan buat kita semua. Amien.
Selamat Menikmati.


Ketika Derita Mengabadikan Cinta


"Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai.


Kepada Professor dipersilahkan. .."Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu...

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita...Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah lumpurnya.Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

Tiga puluh tahun yang lalu ...Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau kalangan high class yang sepadan!Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini.

Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli. Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah dengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.

Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah."Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas ayah.Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah. Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus.Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas yang ada di dekatnya.

Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya!Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira.Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak dilakukan para bangsawan "Pasha". Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan.Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri sendiri, tidak ada yang membela.

Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke berapa di luar akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri."Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi.

Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya. Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa.

Keluarga saya menolak pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan.Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi.

Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah."Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir.Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata.

Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan.

Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami."Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini. Maafkan Kanda!""Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini.Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru.Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah.Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami. Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk 3 bulan.Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih.Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta.Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT. Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak memperoleh segala cinta di surga.

Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya. Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 poud yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya."Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan- pertolongan mereka. Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan Pasha."Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad.Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku.

Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan isteri tercinta.Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba- Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada kekasih hati.

Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita:Sambil menatap kaki langitKukatakan kepadanyaDi sana... di atas lautan pasir kita akan berbaringDan tidur nyenyak sampai subuh tibaBukan karna ketiadaan kata-kataTapi karena kupu-kupu kelelahanAkan tidur di atas bibir kitaBesok, oh cintaku... besokKita akan bangun pagi sekaliDengan para pelaut dan perahu layar merekaDan akan terbang bersama anginSeperti burung-burungYah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program Magister bersama!"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak:"Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan.

Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan kekuatan jiwanya.Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia.

Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.

Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini. "Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra sambil tersenyum.Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara. Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami.Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga.

Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak:"Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan."Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah swt dan bertambahlan rasa cinta kami.Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup.

Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.


sumber : http://sarahjihan.blogspot.com/2011/01/cinta-yang-mengharukan.html

cinta yang mengharukan

Posted by : yusep hermawan
Date :
With 0komentar

Mama Jangan Benci Aku "Mama Jangan Benci Aku"

|
Baca selengkapnya »

Mama Jangan Benci Aku "Mama Jangan Benci Aku"

  Kisah ini benar adanya dan saya menulisnya dengan hati yang dalam supaya kejadian ini menjadi pelajaran untuk kita semua supaya jangan terjadi dan cukuplah pengalaman hidup ini saya sendiri yang menjadi contoh hidup,

20 tahun yang lalu tepat jam 2 dini hari saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya tampan namun sepertinya terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang mental. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan bahkan asal jangan saya lihat lagi didepan aku.

Namun Sam suamiku mencegah niat buruk itu. Akhirnya dengan  terpaksa saya membesarkannya juga. di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan & membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.

Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.

Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.

Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan yang terkenal. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata,
"Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga.

Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar di kepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...

Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu." tetapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. ..

Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tempati beberapa tahun lamanya dan Eric.. Eric...

Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun!
Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Namun saya tidak menemukan siapa pun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata saya mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. .. Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau ke sini?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"
Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., Mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan & mengajaknya tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya disana. Nyonya, dosa Anda tidak terampuni!"

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. Tuhan,maafkanlah dosa hambamu ini.



sumber : http://katakatabijaks.blogspot.com/2012/03/kisah-nyata-yang-mengharukan-jangan.html

Mama Jangan Benci Aku "Mama Jangan Benci Aku"

Posted by : yusep hermawan
Date :
With 0komentar

KISAH NYATA MUALAF YANG SANGAT MENGHARUKAN

|
Baca selengkapnya »

KISAH NYATA MUALAF YANG SANGAT MENGHARUKAN

  
  • Assalamualaikum Wr Wb.Sebelum aku memulai cerita aku ini, izinkanlah aku untuk memohon maaf apabila ada pihak2yang tidak berkenan dengan cerita aku ini, terutama keluargaku. Untuk itu nama2 orang dantempat tidak akan aku sebutkan.Aku ucapkan terimakasih untuk Retno (bukan nama sebenarnya) dari Univ. T.di kotaku yg maumenuliskan kisah sejati aku ini. Semoga kisah sejati aku ini menjadi inspirasi buat orang ygmembacanya atau mengalami hal yg sama.Semoga Alloh SWT selalu melimpahkan rahmat dan Hidayah pada kita semua.Aku, panggil saja “Mawar”, beurusia 30an thn dilahirkan di sebuah pulau di sebrang pulau jawa,di kota P. Aku lahir sebagai anak terakhir dari 4 besaudara. Kakakku yg pertama dan kedua,laki2, sedangkan yg ketiga perempuan. Kami berasal dari keluarga keturunan dan kamimerupakan generasi ke 4 yg sudah menetap di negeri ini. Kakek buyut kami merupakanpendatang dari negeri jauh darr sebrang di awal abad 20. Keluarga kami memulai bisnis benar2dari bawah, menurut cerita orang tua kami, dulu kakek buyut kami hanya berjualan denganpikulan bahan2 kebutuhan pokok seperti gula, garam, beras dll keluar masuk kampong.Usahanya baru berkembang dengan pesat setelah pada tahun2 awal setelah kemerdekaan,pemerintah pada waktu itu mulai menggalakan usaha yg dilakukan oleh bangsa sendiri/pribumi.Waktu itu dikenal istilah Ali Baba. Ali untuk pangggilan pribumi,sedangkan Baba untuk wargaketurunan seperti kami. Waktu itu pengusaha pribumi asli diberikan kemudahan perizinan usaha,bahkan mengimport dari negara2 lain, tapi umumnya mereka tidak punya banyak modal. Waktuitu banyak warga keturunan yg mempunyai banyak modal kemudian membeli ijin usaha ygdiperoleh olah para bribumi tsb, sehingga mereka secara mudah melakukan export importdengan negri2 tetangga (singapura, Malaysia ,hongkong, dll) yg pada waktu itu memang jugadikuasai olah warga dari etnis kami.Singkat cerita, bisnis keluarga kami benar2 menjadi semakin besar dan merambah ke segalabidang, mulai dari pertambangan, tambang emas,property, perkebunan, dll. Boleh dibilangkekayaan keluarga kami sudah diatas rata2 dari orang kaya di negri ini, above than ordinary rich.Harta kekayan kami yg amat melimpah itu sampai orang tua kami kadang kala risau seandainyatiba2 kami sekeluarga (tiba2) meninggal sehingga tak ada yg mengurus harta yg sedemikianbanyaknya itu. Untuk itu kami sekeluarga tak pernah melakukan perjalanan dengan pesawatsecara bersama2. Andai kami sekeluarga akan melakukan liburan pada saat dan tempat ygsama, maka biasanya kami dibagi menjadi 2 atau 3 penerbangan, Papa dan mama satu esawat,dan kami sisanya juga dibagi 2 penerbangan yg lain. Sehingga apabila terjadi sesuatu musibah,maka akan tetap ada bagian keluarga kami yg masih selamat, dan tetap bisa mengurus bisnisdan kekayaan kami.Aku sengaja cerita panjang lebar latar belakang keluarga kami, sebab ini akan berhubungansekali secara emosi dengan kisah aku selanjutnya. Papa kami lahir dan dibesarkan di pulau ini,selepas sekolah menengah atas beliau melanjutkan sekolah bisnis di negri H, sehingga begitukembali ke negri ini, beliau manjadi businessman yg amat handal, dan mempunyai banyakteman2 bisnis di berbagai negara. Papa sebenarnya orang yg rendah hati, pendiam, bicaranyaterukur dan seperlunya, jarang marah pada anak2nya.
  • 2. Sedangkan mama, sebenarnya berasal dari pulau lain, dia dulu pernah bekerja pada perusahaankakek kami (orang tua dari papa), sebelum akhirnya bertemu papa dan menikah.Mama orangnya keras, pintar, lincah, banyak pergaulan, sehingga kadang kami berpikir, papaseperti takluk pada mama.Banyak kebijakan perusahaan yg berasal dari ide mama, dan memang selalu sukses. Papa danmama, memang pasangan yg serasi, saling mengisi kekurangan. Masa kecil aku lalui denganpenuh kebahagian, dan sejak SD sampai SMA aku disekolahkan disebuah sekolah swastaterkemuka di kota kami, yg siswanya banyak berasal dari anak2 pejabat, bupati, gubernur,dll.Aku berbaur dengan siapapun tanpa memandang golongan, agama dan ras. Kadang akudiundang untuk mampir bermain kerumah mereka (anak bupati,gubernur) sepulang sekolah,sehingga aku mengenal labih dekat dengan keluarga mereka. Ini pula yg kelak bermanfaat buatperusahaan keluarga aku.Di sekolah kami, ada pelajaran agama untuk tiap2 pemeluknya. Pada saat itu tiap ada jadwalpelajaran agama tertentu, maka bagi pemeluk agama yg lain diperbolehkan keluar kelas, tapiboleh juga tetap tinggal dikelas apabila memang menghendaki. Jadi misalnya hari ini giliranpelajaran agama Islam,maka murid2 non muslim diperbolehkan meninggalkan kelas, begitupulasebaliknya apabila ada pelajaran agama lain. Tapi aku sendiri sering tetap tinggal dikelasmendengarkan apa yg diajarkan ibu guru agama Islam di kelas kami.Saudara2 ku semua…..Entah kenapa aku yg sejak lahir dididik secara non muslim, bahkan tiap minggu aku beribadah ditempat ibadah kami, merasa tertarik dengan ajaran agama Islam. Aku sendiri tak tahu datangnyadari mana. Semacam ada panggilan dari hati aku yg paling dalam, tapi saat itu aku pikir mungkinitu hanya rasa keingintahuan semata, bukan mendalami secara jauh dan mendalam.. Tiapmendengar azan, entah kenapa hati aku selalu bergetar.Dirumah kami yg besar, kadang hanya aku seorang diri, orang tua kami selalu sibuk di Jakartasehingga hanya beberapa hari dirumah dalam sebulan, kakak2 aku ada yg sudah kuliah di luarnegri, sehingga rumah mempunyai 6 kamar yg besar2, yg seharusnya cukup untuk menampung20 orang, hanya dihuni oleh aku sendiri. Pembantu, sopir, satpam, tinggal di pavilion khususuntuk mereka yg terletak terpisah dengan rumah induk . Dalam kesunyian itu hati aku merasasejuk tiap mendengar ayat suci Al Quran yg kadang tak sengaja aku dengarkan di TV.Kembali ke pelajaran agama di kelas. Entah mengapa aku makin tertarik untuk mendalami ajaranagama Islam tiap ada pelajaran agama dikelas.Melihat ibu guru yg mengenakan kerudung, dengan wajah yg bersih,bersinar, hati aku terasasejuk. Dengan melihat wajah ibu guru itu saja aku sudah merasa damai. Tanpa aku sadarikadang aku mencatat apa yg ibu guru iru ajarkan, bahkan aku mulai hapal diluar kepala ayat2 ygpendek2.Itu semua benar2 terjadi begitu saja, tanpa ada aku sadari dan tanpa bisa dicegah oleh diri akusendiri. Pernah ibu guru tsb menghampiri aku yg tak sengaja,secara reflex mencatat pelajarantetang haji yg dia tulis di papan tulis.Beliau tahu aku non muslim, dan menghampiri tempat duduk ku, jantung ku berdebar kerasmembayangkan kemungkinan aku diusir dari kelas. Tetapi…..ternyata beliau dengan senyumnyaramah melihat catatan yg aku tulis, sambil berkata, “Insya Allah kelak suatu saat Mawar bersamadengan ibu melaksanakan ibadah Haji ya..”
  • 3. Sejak saat itu hubunganku dengan Ibu guru (sebut saja ibu guru Aisyah) makin akrab, akuhampir tidak sabar menunggu datangnya hari pelajaran ibu Aisyah. Hubunganku dengan beliaubagai anak dan ibu. Tetapi saat itu aku juga tetap mengikuti pelajaran agama yg saat itu masihaku anut, walau lebih banyak melamun, bahkan tidak mencatat sama sekali apa yg diajarkan.Sebagai gadis remaja, tinggiku sekitar 160cm, tentu sedang mekar2nya dan giat2nya mancaripacar. Teman2ku banyak yg mengatakan kalau tubuhku indah,proporsional, berwajah oriental,bakalan banyak menarik perhatian laki2.Plus dengan latar belakang keluarga ku yg amat berkecukupan, makin banyak laki2 yg tergila2padaku.. Entah kenapa saat itu aku tidak tertarik dengan laki2 yg berasal dari etnis ku. Tiap harijumat melihat siswa2 pria melakukan ibadah shalat jumat, hatiku langsung bergetar,membayangkan andai salah seorang dari mereka adalah pacarku, dengan wajah bersih bersinardan masih basah tetesan air wudhu, berjalan ke masjid di seberang sekolah, ah…alangkanindahnya membayangkan wajah2 tersebut. Tapi saat itu aku tahu diri, aku yg berasal dari etnisketurunan, apakah ada laki2 pribumi yg mau menjadikan aku pacarnya. Aku tahu masih banyakdari mereka yg membedakan ras, dan berpacaran dengan ras kami masih dianggap memalukan,bahkan bisa jadi ejekan dan gunjingan dilingkungan keluarganya.Aku pernah berpacaran dengan anak bupati dikota ku, tapi kemudian dia memutuskan hubungankami, dikarenakan ayahnya akan mencalonkan diri menjadi Gubernur, dan dia tidak mau adaanggota keluarganya yg bisa menghambat pencalonan tsb. Misalnya anaknya denganberpacaran dengan ras lain (??). Walau alasan itu amat sangat mengada2 tapi aku terimadengan lapang dada. Memang aku sudah menyadari akan ada penolakan, karena aku berasaldari etnis non pribumi.Aku tahu orang tuanya tentu tak merestui anaknya berhubungan terlalujauh dgn orang yg bukan dari ras mereka, dan berlainan agama.Walau begitu hatiku sudah bulat untuk kelak memiliki pasangan hidup seorang pribumi, dan akubahkan bersedia memeluk Islam sebagai agama ku.Kelak keputusan hidupku ini akan menjadi perjalanan panjang dan penuh cobaan dalam hidupku.Selepas SMA aku melanjutkan study ke Ausie lalu ke negri Paman Sam,mengikuti kakak2 ku ygsudah berada disana. Tak banyak yg perlu aku ceritakan dgn masa2 studiku disana. Hampir 5tahun kemudian aku kembali ke tanah air, dengan gelar master di tangan dan aku mengabdi keperusahaan keluargaku untuk membesarkan bisnis mereka. Dalam waktu singkat perusahaankami memperoleh profit yg amat meningkat, dan terus membesar, serta mulai merambah kebanyak sektor bisnis. Aku banyak memiliki akses ke para petinggi di daerahku karena semasasekolahku dulu aku sudah mengenal beberapa keluarga mereka. Semua urusan perijinan ygmenyangkut perusahaanku, bisa aku selesaikan dengan mudah. Aku masih tetap melajang dipertengahan usia 20an tahun. Banyak pria2 yg berusaha menarik perhatian ku, dari pengusaha2muda yg sukses bahkan sampai pemilik perusahaan2 besar. Tapi hatiku tak bergetar samasekali.Aku belum menemukan seseorang yg benar2 menjadi soulmate ku. Sekedar mencari suamiamatlah mudah bagiku,ibarat hanya menjentikan jari maka puluhan pria akan mendatangi ku.Tapi aku benar2 mencari seorang soulmate, belahan jiwa sejati untuk mendampingi ku.Sampai suatu ketika perusahaan kami memperoleh karyawan baru dari kantor cabang kamidipulau Jawa. Orangnya 3 tahun lebih tua dari ku, wajahnya bersih, dia berasal dari etnis pribumiJawa. Tutur katanya lemah lembut,sopan, tubuhnya tinggi, proporsional, dan ah…ini dia..diaseorang muslim yg shaleh. Sejak kedatangan dia dikantor kami, para wanita gak habis2nyamembicarakan tentang dia, dan berlomba bisa mendapatkan dia. Menurut laporan kantor kami,
  • 4. dia amat rajin, jujur dan berprestasi di kantor yg lama, sehingga dia dipromosikan pekerjaan yglebih tinggi dan menantang di kantor kami ini. Kebetulan kerjaan yg akan dia kerjaan akanmenjadi satu divisi dengan ku. Sehingga aku akan banyak berhubungan dengan dia.Mula2 di bulan2 pertama aku masih bersikap „Jaim‟ jaga image, karena aku ini anak dari pemilikperusahaan ini. Tapi lama2, hatiku gak bisa berbohong,.. hatiku sedikit tapi pasti, luluh juga…aku mulai jatuh cinta. Pernah suatu ketika sehabis mengunjungi kantor gubernur aku satu mobildengan dia. Ditengah jalan dia minta ijin padaku untuk berhenti sebentar di masjid raya di kota kuuntuk shalat ashar. Dari dalam mobil, aku perhatikan gimana dia berwudhu, lalu melangkahmasuk ke masjid dan melakukan ibadah….ahhh. .andai aku kelak bisa mengikuti di belakang..Awal2nya aku memanggil dia dengan sebutan formal dikantor „Pak‟ dan dia juga memanggilku„Ibu‟..tapi lama2 kelamaan secara tak sengaja aku mulai memanggil dia „mas‟, karena aku seringlihat keluarga jawa memanggil orang yg lebih tua, suami, kakak, dengan sebutan mas. Mulanyadia agak rikuh tiap aku panggil demikian, tapi lama kelamaan mulai terbiasa,. Tapi itu hanya akulakukan apabila hanya sedang berdua dengan dia, tidak didepan orang2 kantor. Akupun mulaimeminta dia memanggilku „Dik‟, aku merasa risih tiap kali dia panggil aku „Ibu Mawar‟. Seiringdengan waktu, sesuai pepatah jawa, “witing tresno jalaran soko kulino”, cinta akan tumbuhkarena terbiasa selalu bersama2.Saudara2ku.. .Bisa dibayangkan gimana awal kisah cinta kami…didalam mobil yg disupiri sopirku, kami sama2duduk dibelakang. Awalnya kami hanya membicarakan dan membahas berkas2 pekerjaan,kadang secara tak sengaja tangan kami saling sentuhan. Dan dia secara sopan segera menarik,dan minta maaf..Ah..sebel rasanya..padahal akulah yg menginginkannya. Tapi itu takberlangsung lama, pada akhirnya dia takluk juga, kadang aku biarkan tangan dia memegangberkas, lalu aku pura2 membahasnya sambil tanganku menyentuh jari dan tangannya.Kadang aku genggam jarinya,..dan lama kelamaan dia memberikan response..dia jugamenggenggam tanganku…ahh. .Kadang kalau mobil kami sudah mau sampai tujuan, aku pura2 minta supirku untuk kembaliketempat lain, aku pura2 ada yg tertinggal.. padahal aku hanya ingin berlama2 dengan dia (sebutsaja mas Fariz) di mobil.Pernah suatu ketika aku pura2 ada yg tertinggal dan suruh sopirku membawa kami berdua kerumah ku. Begitu mobil kami memasuki halaman rumahku yg besar, wajahnya tampak pucatpasi. Dia tampak ketakutan dan gugup. Dia bilang nanti kalau papaku (alias big boss dia) akanmarah kalau melihat dia jam kerja begini malah mampir kerumah dia. Aku bilang tak perlu takut,bukankah aku, anaknya big boss, yg membawa dia kesini.Hampir setahun sudah dia bekerja bersama denganku, dan hubungan kami sudah makin erat,tapi dia belum menyatakan cintanya padaku. Mungkin dia takut aku akan menolaknya, apalagikeyakinan kami pada saat itu masih berlainan.Hingga suatu ketika dia menelponku, dan mengajak bertemu disuatu restoran di luar kota , diamemintaku datang tanpa sopir. Dia tidak mau ada orang kantor yg melihat kami berdua. Direstoran itu dia menyatakan cintanya padaku…langsung saat itu juga aku terima. Dan akukatakan pada dia,kalau aku merasa mas Fariz adalah soulmate ku. Aku akan bersedia memelukIslam mengikuti agama yg dia anut. Aku juga katakan kalau memang aku sudah sejak lamatertarik dengan agama Islam, jadi mas Fariz semoga bisa menjadi pembimbingku. Aku bisamelihat air mata dia meleleh dari kedua matanya. Seumur hidupku baru kali ini aku melihatseorang laki2 berlinangan air mata karena aku, tak terasa akupun tak kuasa menahan airmataku
  • 5. meleleh dipipiku. Aku yakin aku sudah mendapatkan „Soulmate‟ ku dan akan aku pertahankansampai kapanpun dan dengan cara apapun.Di kantor kami tetap bekerja seperti biasa, seperti tak ada hubungan suatu apapun. Tetapi diluarkantor kami benar2 sepasang kekasih yg lagi jatuh cinta, dia mulai mengajariku shalat, dansedikit2 bacaan doa. Dia memang benar2 lelaki yg taat, dia menjaga kesopananku, tak pernahmelebihi batas,walau kadang aku yg menggoda, tapi dia selalu bilang, sabar..tunggu tanggalmainnya. Tapi serapat apapun kami tutupi hubungan kami, akhirnya sedikit demi sedikit bocorjuga oleh orang2 kantor kami. Sampai akhirnya terdengar di telinga papaku.Suatu hari tiba2 papaku datang ke ruanganku, padahal papaku amat sangat jarang datang keruang kerja ku, kalau ada keperluan biasanya aku yg dipanggil menghadap. Aku lalu diajakbicara berdua dengan beliau. Mula2 papa tidak menanyakan hubungan ku dengan Fariz, tapisedikit demi sedikit dia mulai mengarahkan pembicaraan ke arah sana . Sampai akhirnya diamenanyakan kebenaran hubungan ku dengan Mas Fariz. Aku tak sanggup menjawab, wajahkutertunduk. Papaku terus menatapku, menunggu jawabanku.Aku tak sanggup berbohong, kalauaku bilang tidak, itu bertolak belakang dengan hati ku, sebaliknya kalau aku bilang iya, akukhawatir kerjaan Mas Fariz akan manjadi taruhannya. Akhirnya aku hanya bisa menangis….Keesokan harinya, Mas Fariz tidak hadir lagi dikantor, menurut orang2 kantor, dia dipindahkankembali ke pulau Jawa mulai hari ini, dan aku mulai kehilangan kontak dengan dia.Seminggu kemudian dia menelpon ku, dia cerita panjang lebar, bahwa pada hari itu, setelahpapa menemui ku, ternyata papa langsung menemui dia, dan keesokan paginya dia sudah haruskembali ke kantor yg lama. Dia juga cerita kalau keadaan makin parah, karena nyaris tiapkaryawan dikantornya sudah mendengar kabar hubungan dia dengan aku. Dan banyak yangmenggunjingkan kalau mas Fariz, mengincar harta dan kedudukan, karena berpacaran dengananak pemilik perusahaan. Dia sampai berulang kali menyebut nama Allah, dan bersumpah kalaudia mencintaiku bukan karena itu semua.Dua minggu kemudian, dia memutuskan mengundurkan diri dari perusaan kami, tapi kami tetapsaling berhubungan melalui telp. Dia berjanji mencoba mancari pekerjaan di perusahaan lain ygpunya cabang di kotaku, sehingga bisa bekerja dikotaku dan kembali menemui ku. Tuhanmemang sudah berencana, akhirnya 3 bulan kemudian mas Fariz sudah mendapat pekerjaandan di tempatkan kembali di kotaku walau dengan gaji yang jauh lebih kecil. Dia bilang sekarangsudah bebas berhubungan dengan ku, dia tidak ada ikatan apa2 dengan perusahaan ku. Takada yg bisa melarang. Aku amat terharu, dia korbankan karir pekerjaannya karena aku. Akuberjanji apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan dia.Sekarang kami bebas behubungan tak perduli lagi dengan omongan orang2 kantor, karena diatoh tak lagi bekerja di perusahaan kami ini. Tapi ternyata papa kembali mengetahui ini, dan kaliini malahan mama ikut turun tangan. Aku diceramahi habis2an..Mereka sebenarnya tidak membeda2kan ras, mereka tidak keberatan aku berhubungan dgnsiapapun, tapi mereka mulai curiga kalau aku mulai akan pindah keyakinan. Dan itu merekakurang bisa menerima. Aku sudah jelaskan baik2 bahwa aku sudah cukup dewasa dan bisamengambil keputusan buat hidupku sendiri tanpa tergantung papa dan mama. Ternyatajawabanku yg demikian itu membuat mereka tambah murka dan tersinggung. Mereka katakanbahwa tanpa mereka jalan hidupku tidak akan seperti ini. Banyak orang yg akan rela mati demimerasakan hidup seperti ku. Rumah mewah, sopir tersedia tiap saat, mobil mewah ada di garasi,uang melimpah, dihormati kemana aja pergi, dll. Mereka juga katakan, tanpa mereka aku takakan pernah sanggup memperoleh kehidupan spt ini. Aku hanya menangis mendengar apa yg
  • 6. mama papa ku katakan. Tapi hatiku sudah bulat apapun yg terjadi aku tak akan tinggalkan MasFariz. Cinta pertamaku dan terakhir.Walau orang tua ku terus menentang, cintaku ke mas Fariz tak pernah surut. Akupun makin giatmemperdalam agama Islam. Seringkali aku saat istirahat kantor, aku pergi ke toko buku besar diMal. Aku baca2 buku tentang Islam.Pernah aku ajak orang kantor untuk ikut aku ke toko bukutsb. Dan dia tegur aku, karena dia pikir aku salah memilih bagian rak buku. Dia ingatkan akukalau aku di bagian rak buku2 Islam. Aku bilang memang benar,aku mau membaca buku2tentang Islam.Makin hari hubunganku dengan papa mama makin renggang. Padahal aku sudah bicara sebaikmungkin dengan mereka. Kakak2ku semuanya juga sudah terprovokasi. Mereka mulaimenjauhiku. Kedua kakak laki2 ku sudah menikah dan menetap di Jakarta menjalankanperusaahan kami disana, sehingga papa dan mama sekarang lebih banyak menetap dikota kami.Dirumah, perlakuan mereka makin hari makin berubah terhadap ku. Aku makin dianggap bukanlagi bagian keluarga mereka. Tiap makan malam, mereka tak lagi mengajakku makan bersama2di meja makan. Pembantu dirumah baru disuruh memanggilku untuk makan apabila papa mamadan kakak perempuanku sudah selasai makan, dan makanan yg ada dimeja makan, sisamereka, yg aku makan. Pembantu tidak diperbolehkan menambah makanan. Bayangkan, akumemakan seadanya sisa dari mereka. Andai mereka makan ayam, maka aku hanya tinggalkebagian ceker dan kepalanya saja. Bisa dibayangkan bagaimana sakit hatiku rasanya. Tapi akutetap bersabar, dan mas Fariz selalu mengingatkan aku untuk tetap berbakti pada orang tua.Padahal kalau aku mau, bisa saja aku pergi ke restoran yg paling mahal di kota ku ini.Puncak dari semua itu terjadi pada suatu malam.Kakak perempuanku memang sebenarnyakasihan kepadaku, sehingga kadang dia menyimpan sebagaian makanan yg baru dimasakdidapur.Sehingga pada saat mama papa selesai makan, dia diam2 menghidangkan untukku. Suatuketika secara tak terduga, papa mama ku kembali ke meja makan, dan mereka memergoki kakakku yg membawa makanan yg dia simpan di dapur untukku. Langsung mamaku merebut piring ygdibawa kakakku, dan melemparkannya ke lantai..Sambil menyindir, bahwa kakakku tak perlukasihan pada ku, karena aku sanggup hidup tanpa diberi makan dari mama papa dan bisa hidupmandiri tanpa mereka. Ohh….Mereka rupanya sudah amat membenciku.. .Hancur berkeping2hatiku pada saat itu. Aku hanya bisa menangis, tapi aku tak menyesal, dan aku akan terusbertahan dengan pilihan hidupku.Mas Fariz, menyarankan aku untuk bicara baik2 dengan mama dan papa, mudah2an merekaakan luluh dan mengerti. Suatu malam, aku berkesempatan mendatangi dan berbicara denganmereka, dan aku secara baik2 dan sopan,tak lupa meminta maaf apabila aku salah padamereka. Aku jelaskan baik2 pada mereka apa yg hatiku rasakan, aku tumpahkan semuanya.Tetapi justru itu membuat mereka tambah murka, mereka juga malah menuduhku telah diguna2,dan menyarankanku supaya sadar. Oh Ya Allah…Aku sehat wal afiat, Insya Allah saat itu takada satupun guna2 pada diriku. Semua keinginanku adalah murni dari hatiku, panggilan jiwaku,yg tak bisa lagi aku cegah. Aku jelaskan pada mama dan papa, bahwa aku sudah cukupumur,dan bukan lagi gadis remaja lagi, sehingga apapun keputusanku, aku bisapertanggungjawabkan . Aku bisa mandiri andai keputusan hidupku itu memang menghendakidemikian. Papa dan mamaku tetap pada pendirian mereka, bahkan mereka menantangku, kalausanggup hidup mandiri, sekarang juga serahkan seluruh harta ku yg aku punya selama ini, ygaku dapat selama hidup dengan mereka.
  • 7. Karena tekatku sudah bulat. Malam itu pula seluruh kartu credit, ATM, buku2 bank, aku serahkanpada mereka. Uang yg aku punya benar2 hanya tinggal yang ada di dompetku. Aku sepertinyatinggal menunggu waktu saja untuk meninggalkan rumah ini. Keesokan paginya, karena adasuatu keperluan aku ingin membuka lemari besi tempat penyimpanan surat2 berharga di rumahkami.Tetapi berulang kali aku mencoba, aku tak bisa membukanya. Ternyata nomor kombinasinyasudah diubah oleh mama papaku. Padahal didalamnya ada barang2 penting pribadiku, sepertiIjasah, perhiasan, dll. Aku mencoba menelpon papaku, menanyakan hal ini, dan lagi2 akumandapatkan jawaban yg menyedihkan hatiku. Papaku menyindirku, kalau sanggup hidupmandiri, kenapa masih mau membuka lemari besi milik keluarga, pasti ada barang2 yg maudijual didalamnya. Aku benar2 sudah dikucilkan, dan mereka benar2 mencoba menyiksakudengan cara demikian, sehingga mereka pikir aku akan menyerah, dan akhirnya mengikuti apayg mereka mau.Aku adukan semua itu ke mas Fariz, dan aku katakan kalau aku akan meninggalkan rumahorang tua ku. Dia tak bisa berkata apa2. Hanya ingatkan aku jangan sampai memutussilaturahmi dengan orang tua.Saudara2 ku..Beberapa hari setelah kejadian itu, aku benar2 meninggalkan rumah. Aku akan tinggal kostdidekat kantorku. Aku berpamitan baik2 pada mama dan papa ku. Tapi mereka menolehpuntidak. Aku masih punya cukup uang di dompet. Aku bersumpah tak akan meminta uang lagisepeserpun dari mereka.Aku bertekad membuktikan kata2 ku untuk hidup mandiri tanpa harta siapapun demimempertahankan keyakinan ku. Selama aku bekerja diperusahaan papaku, memang secaraformal aku di gaji sesuai dengan posisi kerjaku di perusahaan.Tapi disamping itu tiap bulan, tentudiluar formal perusahaan, aku mendapat uang saku dari papa ku yg lumayan banyak, hampir 20xlipat dari gaji resmiku. Sehingga penghasilan total sebulan bisa cukup untuk hidup mewahsetahun.Bahkan seluruh uang simpananku di bank, sudah mencapai 10 digit. Tentu bukan jumlah sedikit.Bahkan mungkin cukup untuk biaya hidup seumur hidupku tanpa bekerja.Aku berharap perusahaan papaku masih memberikan gajiku, dan itu aku anggap memang uanghasil kerjaku, bukan pemberian. Tapi diakhir bulan aku tak memperoleh sepeserpun. Aku sudahmeminta agar bisa diberikan cash.Ketika aku tanyakan ke bagian pembayaran gaji, ternyata mereka sudah diperintahkan papakuuntuk menahan gajiku. Ya Allah, mereka benar2 melakukan cara apapun agar aku benar2menderita dan pada akhirnya menyerah.Saat itu juga aku langsung mengundurkan diri dari perusahaan papaku itu.Aku tinggalkan perusahaan itu selama2nya. Ketika aku adukan hal ini pada mas Fariz dia amatsangat sedih dan meminta maaf padaku, karena gara2 dia hidupku jadi menderita. Dia rela andaiaku tidak kuat dan merubah keputusan. Aku peluk dia, dan aku pastikan keputusanku tak akanberubah, dan aku makin ingin bisa hidup bersama dia.Saat itu hanya dialah sandaran hidupku. Dengan berlinangan air mata, dia sekali lagimenanyakan padaku, apakah aku menyesal dengan keputusanku, dan apakan aku rela bilamenjadi muslimah dan menjadi istrinya. Saat itu juga aku cium tangannya, dan aku katakan, aku
  • 8. korbankan seluruh kehidupanku hanya untuk bisa hidup bersamanya, dan aku tak akan mudurataupun menyesalinya, apapun yg terjadi aku akan hadapi iklas lahir dan batin.Singkat cerita, dengan diantar mas Fariz aku mengucapkan 2 kalimah syahadat di sebuah masjiddikota kami, disaksikan imam dan beberapa jemaah masjid tsb. Akhirnya penantian panjangkutercapai sudah, walau harus mengorbankan kehidupanku. Tapi aku tak pernah menyesali. MasFariz lalu mengajakku segera menikah di kota kelahirannya, karena kebetulan perusahaantempat dia bekerja akan memindahkan dia ke pulau Jawa.Sebelum menikah, kami berdua mendatangi rumah papa dan mama, kami akan mohon restubaik2 pada mereka. Tetapi bapak satpam yg berjaga dipintu gerbang mengatakan kalau diadiperintahkan untuk tidak membuka pintu apabila kami berdua datang. Sebenarnya bapaksatpam tersebut bersedia membuka pintu karena dia masih mengenalku. Tapi aku melarangnya,karena khawatir akan mencelakakan pekerjaan dia. Biarlah cukup aku saja yg menderita, aku takingin orang lain ikut terkena akibatnya. Aku tinggalkan secarik surat , yg isinya memohon doarestu dari mama papa, bahwa aku akan menikah dengan mas Fariz, juga aku katakan kalau akusudah jadi muslimah.Aku bisa lihat mata bapak satpam itu berkaca2 sewaktu aku katakan aku sudah jadi mualaf.Awalnya keluarga mas Fariz menanyakan ketidakhadiran keluargaku di pernikahan kami. Tapisetelelah mas Fariz ceritakan panjang lebar,akhirnya keluarga mau memahami. Kami menikahsecara sederhana di kota tempat keluarga mas Fariz bermukim. Keluarganya amat sangatmenerimaku dengan hangat, mereka sama sekali tidak mempermasalahkan ras keturunanku.Malah ibu mertuaku amat sayang padaku.Setelah menikah, aku dan mas Fariz menetap di pulau Jawa. Aku amat sangat bahagia, bisamenjadi pendamping hidup dia. Aku merasakan dia bukan sekedar suami, tapi memang benar2soulmate hidupku, yg aku cari2 sepanjang hidupku.Aku hidup dirumah yg sederhana dan hari2ku aku lalui dengan penuh kebahagiaan, dan aku takmengeluh sedikitpun dengan yg mas Fariz berikan untukku. Aku tak lagi bekerja, karena akubenar2 ingin mengabdi pada suamiku, dan disamping itu semua ijasahku masih tersimpan dilemari besi di rumah mama papa, aku tak bisa melamar pekerjaan dimanapun. Aku juga tak maumeminta surat keterangan bekerja di perusahaan papaku. Aku ingin buktikan bisa hidup mandiridengan suamiku. Mas Fariz amat sangat menyayangiku, tiap pagi sebelum berangkat ke kantordia memeluku. Tiap hari aku bawakan dia „lunch box‟ untuk makan siang karena aku tak maumakanan yg masuk ke perutnya berasal dari masakan orang lain. Aku benar2 posesif, inginmemiliki dan melayani dia secara total. Setiap hari aku bangun sebelum dia bangun, dan akubaru tidur setelah dia benar2 tidur,untuk memastikan dia sudah benar2 tak perlu aku layani lagi.Aku siapkan celana, baju, kaus kaki dia tiap pagi sebelum berangkat kerja. Sehingga dia takperlu lagi memikirkan pakaian apa yg harus dia pakai tiap pagi.Bahkan aku potongkan kukunya bila sudah panjang Pokoknya dia benar2 aku jadikan pangeranbagi diriku. Tiap malam sebelum tidur, kami selalu mengobrol dan saling mengajarkan bahasa.Dia mengajariku bahasa jawa, sadangkan aku mengajari dia bahasa mandarin. Dia amat cepatbelajar mandarin, dalam waktu singkat dia sudah menguasai beberapa kata2 yg umumdiucapkan, kadang dia mengajak ku bicara mandarin dirumah. Memang perusahaan tempat diabekerja milik keluarga dari etnis keturuan seperti aku, dan banyak behubungan dengan wargaketurunan, sehingga bila mampu berbahasa mereka akan merupakan keuntungan tambahan.Suatu ketika dia pulang membawa sepeda motor, dia katakan kalau kantornya memberinyapinjaman cicilan motor. Memang hanya sepeda motor, tapi aku sangat bahagia sekali dengan yg
  • 9. dia dapatkan. Berulangkali dia minta maaf tidak bisa belikan aku mobil mewah seperti yg akupernah aku miliki dulu.Aku katakan pd dia motor yg sekarang kita miliki bagiku jauh lebih mewah dari mobil yg dulu akumiliki. Karena motor ini bukan sekedar dibeli dengan uang, tapi juga cinta, yg tak akan ternilaiberapapun banyaknya uang.Kehidupan perkawian kami amat indah, kalau dirumah nyaris kami tak bisa berjauhan. Karenatiap hari bagi kami adalah bulan madu, maka hanya setahun kemudian lahirlah anak pertama(dan satu2nya) kami. Bayi laki2 itu kami namai, sebut saja „Faisal‟. Mas Fariz yg membacakanAzan dan qomat,ketika bayi kami lahir. Aku merasa lengkap sudah kebahagiaanku. Tiap hari akutambah bahagia bisa merasakan ada 2 orang “Fariz” didalam rumahku. Saat mas Fariz kekantor, aku di temani Fariz kecil, bayiku. Oh alangkah bahagianya. Aku mencintai 2 orang ygsama darah dagingnya.Tiga tahun sudah anak kami hadir bersama kami. Mas Fariz terus bercita2 ingin mendatangiorangtua ku, oma opa si Faisal. Dia benar2 ingin memperkenalkan cucu mereka danmenyatukan aku dengan papa mama ku lagi.Dia berharap dengan kehadiran Faisal, akan meluluhkan hati orang tuaku.Tapi tiap kali akumenelpon papa mama ku masih bersikap seperti dulu,bahkan waktu aku katakan bahwa merekasudah mempunyai cucu dari ku,mereka hanya menjawab, kalau mereka tidak merasamempunyai keturunan dari ku..Ohh malangnya anakku. Aku amat sedih, teganya papa danmama ku berkata spt itu. Aku masih memaklumi apabila mereka membenciku, tapi jangan padaanakku, cucu mereka, darah daging mereka sendiri.Mas Fariz hanya menyuruhku bersabar, dia percaya kelak papa dan mama akan menerimamereka. Tapi sebelum harapan mas Fariz terpenuhi, musibah mulai datang….Suatu ketika, mas Fariz pulang kerumah lebih awal, dia cuma merasa gak enak badan sepertiorang masuk angin. Aku menyuruhnya segera istirahat dan tidur, dan memberi obat penghilangsakit.Malam harinya, tubuhnya mulai panas dan menggigil. Keesokan paginya aku mengantar dia kedokter, waktu itu dokter hanya katakan kalau mas Fariz hanya demam biasa sehingga hanyadiberi obat penurun panas, dan disuruh istirahat. Tapi malamnya tubuh nya tetap panas, danmenggigil, bahkan sampai mengigau. Aku sudah ajak mas Fariz untuk ke rumah sakit keesokanharinya. Tapi dia menolak, karena dia bilang hanya demam biasa, dan tak apapa, beberapa haripasti sembuh.Sampai hari ke empat kondisinya makin parah, akhirnya disampai tak sadarkan diri, bahkan darihidungnya kaluar darah. Dengan pertolongan para tetangga, suamiku segera dibawa ke RS..Hasil pemeriksaan daranhnya menunjukan trombositnya hanya tinggal 26ribu. Padahal orangnormal harus diatas 150rb. Suamiku terkena demam berdarah, Dokter menyalahkan aku kenapatidak segera dibawa ke RS lebih awal, karena serangan terberat demam berdarah adalah padahari 5.Kalau kondisi tubuh tidak kuat, bisa amat berbahaya. Besoknya, hari ke 5, memang benar2makin parah kondisi suamiku, napasnya makin berat, trombositnya belum beranjak naik,tubuhnya sudah benar2 digerogoti penyakit itu, malam itu setengah mengigau, dia memanggilnamaku, lalu aku genggam tangannya dan aku dekati telingaku ke mulutnya, aku bisa dengarkandia mencoba mengucapkan sesuatu, dan air matanya meleleh. Dia coba ucapkan kata2“Maafkan aku” lalu aku tenangkan dia, kalau tak ada yg perlu dimaafkan. Aku iklas lahir bathin
  • 10. mendampingi dia. Setelah mendengar kata2ku, dia tampak tenang, lalu dengan satu tarikannapas dia coba mengucapkan “Lailahailallah” lalu dia pergi selama2nya meninggalkan aku. Diapergi di pelukan ku. Aku ingat suatu ketika dia pernah berucap, andai Tuhan mengijinkan, diaingin meninggal terlebih dahulu dari aku, dan dalam pelukanku, sebab ia ingin aku menjadi orangterakhir dalam hidupnya yg dia lihat. Aku sempat memarahi dia, jangan bilang seperti itu. Tapidia bilang serius, kalau dia gak akan sanggup kalau aku yg meninggalkan dia terlebih dahulu.Ternyata Tuhan benar2 mengabulkan permohonan dia. Orang yg aku jadikan sandaran satu2nyadalam hidup ini telah pergi selama2nya. Tak terkirakan amat sedih dan hancurnya hatiku. Andaiaku tak ingat dengan si kecil Faisal, mungkin aku sudah ingin segera menyusul mas Fariz dialamsana ..Mas Fariz benar2 orang yg jujur dan baik, waktu penguburan seluruh rekan2 kerja, bahkan bigboss tempat bekerja hadir. Waktu aku tanyakan apakah ada hutang piutang mas Fariz yg harusaku selesaikan. Mereka katakan tidak ada sama sekali, bahkan kantornya memberikan santunan4x gaji, ditambah uang duka dari rekan2nya. Aku juga ditawarkan bekerja di perusahaan tsb.Tapi untuk saat itu aku benar2 gak sanggup melakukan apapun. Aku merasa setengah darinyawaku sudah hilang. Selama 3 bulan aku berduka, aku tak sanggup pergi dan melakukanapapun.. Bahkan tiap tidur, aku masih membayangkan mas Fariz disampingku. Akhirnya untuksemantara waktu aku tinggal dengan ibu mertuaku, supaya Faisal ada yg mengasuh. Rumah danmotor aku jual, karena aku tak sanggup membayangkan kenangan bersama mas Fariz tiap akumelihatnya. Hampir setengah tahun tinggal dengan mertuaku, sampai akhirnya aku putuskankembali ke kota asalku. Sebenarnya ibu mertuaku amat baik dan sayang padaku. Tapi aku tahudiri gak mungkin selamanya bergantung pada siapapun. Aku harus bisa mandiri, membesarkananakku, satu2nya hartaku yg tersisa..Aku pulang ke kota asalku dengan sisa uang yg aku punya. Lalu aku mengontrak rumah, danmembuka toko kecil2an di depannya. Tetapi mungkin karena aku masih terus berduka danterbayang suamiku, sehingga aku kadang kurang memikirkan usahaku ini, sampai akhirnyausahaku ini bangkrut.Tokokupun aku tutup, uangku habis untuk membayar tagihan2 para suplier barang, semantarapenjualanku tak seberapa menguntungkan.Aku sebenarnya tidak pernah putus asa, apapun aku jalani asal halal.Pernah aku coba jadipelayan restoran, tapi hanya beberapa bulan, karena anakku tak ada yg jaga. Sampai akhirnyaaku benar2 kehabisan uang, tak sanggup lagi membayar kontrakan. Dengan membawa koper isipakaian, aku menggendong anakku, berjalan tanpa tujuan. Aku benar2 bingung akan kemana.Pernah terlintas di benakku untuk kembali ke keluargaku. Tapi justru dengan kondisi seperti inimereka pasti akan merasa menang. Mereka akan tertawa terbahak2 dan terus bisa mengejek kuseumur hidupku, bahwa aku gagal dalam memilih jalan hidup. Akhirnya ditengah rasa putus asa,aku teringat masjid tempat dulu aku pertama kali mengucapkan kalimat sahadat.Masjid itu memang bukan masjid raya dikota kami, tapi karena masjid yg tua dan bersejarah,maka banyak jemaah yg datang. Aku berpikir, dulu aku memulai jalan hidupku dari masjid itu,sehingga kalaupun jalan hidupku berakhir aku ingin di masjid itu pula. Aku datangi masjid tsb.Dan aku shalat mohon petunjuk. Anakku karena kelelahan tertidur di sampingku.Aku tak punya uang untuk membeli makanan. Akhirnya aku hanya bisa menangis.Rupanya tangisku didengar oleh seorang bapak, dan beliau rupanya imam masjid tersebut, dandia yg dulu membimbingku membaca syahadat. Aku tak lupa dengan wajahnya, tetapi dia pasti
  • 11. sudah tak ingat dengan wajahku, karena wajahku tak sesegar dulu lagi. Sewaktu akuperkenalkan diriku dan aku katakan bahwa aku dulu mualaf yg beliau bimbing, dia langsung ingattapi juga kaget dengan kondisiku yg seperti ini.Akhirnya aku ceritakan semuanya pada beliau, sebab aku merasa tak ada lagi orang di dunia iniyg aku jadikan sandaran hidupku.Setelah selesai mendengar ceritaku, dia menyuruh aku agar jangan pergi kemana2, dan tetaptinggal di masjid, beliau juga menyuruh salah seorang jemaah untuk membelikan makanan untukaku dan anakku. Sebentar kemudian dia pergi meninggalkan ku, sambil berpesan akan segerakembali menemuiku (rupanya dia pergi mencari tempat untuk aku bisa tinggali). Tak lama beliaukembali menemui ku, sambil tersenyum dia katakan, mulai malam ini aku sudah memperolehtempat tinggal. Aku diajak ke belakang masjid,disitu ada sebuah bagunan tambahan yg terdiridari beberapa ruangan. Biasanya ruangan itu untuk gudang menyimpan peralatan masjid, sepertitikar, kursi2, dll. Salah satu ruangnya tampak sudah kosong, dan dia menunjuk bahwa itu lahrumah ku. Aku boleh menempatinya selama mungkin aku mau.Ruang disebelahnya ditempati olah pak tua penjaga masjid, sehingga aku ada yg menemani.Ruangan tsb hanya berukuran kurang lebih 2x2m. Pak Imam masjid itu juga menambahkan,kalau nanti aku diberikan honor sekedarnya,kalau mau membantu2 membersikan masjid,sehingga cukup untuk makan.Bahkan beliau menambahkan kalau aku bisa datang kerumahnya sekedar2 membantu2 istrinyamemasak, kerena memang rumah beliau hanya beberapa ratus meter dari masjid.Alhamdulilah, aku amat bersyukur ternyata Allah mendengar doaku. Aku ingat, bahwa Allah takakan menguji hambanya dengan melebihi beban yg sanggup dia pikul. Aku sudah bersyukur bisamemperoleh tempat berteduh,walau hanya kamarnya kecil (jauh lebih kecil dibanding kamarmandiku, saat dirumah orang tuaku). Ada lagi yg membuatku merasa tenang, karena ku tinggalberdekatan dengan rumah Allah, tiap aku merasa sedih, aku tinggalmasuk kedalam masjid, danmengadukan langsung pada Allah. Karena tinggal dekat dgn masjid, otomatis shalatku takterlewatkan sekalipun.Alhamdulilah hidupku sedikit2 demi sedikit mulai tenang. Aku sering membantu istri pak Imanmemasak dirumahnya, dan sebagai imbalannya, beliau selalu membekali makanan untuk akubawa pulang. Sehingga aku tak perlu risau memikirkan makanan sehari2. Kalau pak Imamsekeluarga ada keperluan keluar kota , akulah yang dititipi untuk menjaga rumahnya, dan akubisa tinggal dirumahnya. Sebenarnya mereka sudah menawarkan aku untuk tinggal bersamamereka.Tapi aku tahu diri tak mau terus menerus merepotkan orang lain.Pekerjaanku rutinku tiap hari adalah, membersihkan halaman masjid, membersihkan kaca2jendela, Sedangkan pak tua mengepel lantai masjid.Tiap minggu aku mendapakan honor sekedarnya dari hasil kotak amal di masjid, tapi kadang akutak mendapatkan sepeserpun, karena kadang sudah habis untuk keperluan masjid, tapi akulakukan itu dengan senang hati dan iklas.Sementara ini aku benar2 ingin mengabdi pada Masjid ini, sebagai tanda terimakasih ku. Aku takmau bersusah payah kesana kemari mencari pekerjaan, Aku percaya kelak masjid ini pula yangakan memberiku jalan memperoleh pekerjaan. Kadang malam hari aku duduk2 diteras masjid,mengobrol dengan pak tua.
  • 12. Dia bercerita kalau anak2nya masih ada di kampung, tapi dia juga tak mau merepotkananak2nya. Selama masih kuat, dia tak mau merepotkan orang lain.Lalu saat giliran aku cerita, kadang aku bingung harus cerita apa..???Apa aku ceritakan kalau dulu aku pernah naik kapal pesiar keliling eropa, atau aku pernahmenginap di hotel mewah di las vegas , atau aku punya apartment mewah di Australia ..Ahhpasti dia akan tertawa dan menganggap aku berhayal, sebab jangankan tinggal dihotel, sekarangini uang yg aku punya tak lebih banyak dari 20ribu..Dulu tiap minggu aku bisa membeli peralatan make up, eye shadow, lipstick, dll jutaan rupiah.Sekarang ini make up ku hanyalah air wudhu ku tiap aku shalat. Tetapi justru banyak yangmengatakan kalau wajahku tetap bersih,cantik, alami. Kadang orang berpikir aku masih memakaimake up.Yah..mungkin Allah yang memakaikan make up untuk ku. Kecantikan datang dari dalam. InnerBeauty. Banyak yg bilang, dengan mata sipit ku dibalik kerudung, aku terlihat cantik.Tak terasa aku sudah hampir 2 tahun menetap di masjid itu, anakku sudah sekolah di SD dekatmasjid milik suatu yayasan dan tanpa membayar sepeserpun. Aku hanya membelikan seragamdan alat2 sekolah. Bahagianya hatiku melihat anakku sudah masuk sekolah..oh, seandainya masFariz masih ada dan melihat anak kita dihari pertama pergi ke sekolah.. Anakku rupanya tumbuhbesar dalam keprihatinan, sehingga dia sangat tahu diri, dia tak pernah sekalipun merengek2minta dibelikan ini itu seperti layaknya anak2 lain. Pernah hatiku amat terenyuh. Ketika diapulang sekolah dengan kaki telanjang, sambil menenteng2 sepatunya. Sambil tertawa, tanpamengeluh, dia malah menunjukan sepatunya kepadaku “Ma, sepatu Faisal udah minta makan”.Maksudnya sepatunya udah robek depannya, seperti mulut minta makan. Melihat dia tertawa,akupun ikutan tertawa, walau hatiku rasanya ingin menangis. Andai dia tahu, dulu mamanyaselalu memakai sepatu berharga jutaan rupiah, sekarang ini membelikan sepatu anaku ygmurahpun aku belum sanggup. Alhasil selama 2 hari anakku kesekolah memakai sepatu ygrobek itu, sampai akhirnya aku belikan sepatu bekas. yg lebih layak dipakai. Aku bersyukurmempunyai anak yg amat tahu diri. Tak mau membebani ibunya. Memang anak yg shaleh akanmenjadi bekal yg amat bernilai buat orang tua. Pak Imam masjid kadang menengok kami, danmenanyakan keadaan kami. Dia sering cerita, gimana istri nabi Muhammad dulu hidupnya jauhlebih menderita, tetapi tetap tabah menghadapi cobaan dan tak goyah keimanannya. Beliaukadang bilang, kalau aku pasti akan jadi ahli surga.Berulangkali dia bilang, kalau orang lain gak akan mungkin sanggup menghadapi cobaan ini, tapiaku tetap bertahan memegang keyakinan, meninggalkan kenikmatan dunia yg justru pernah akuperoleh.Suatu siang, aku melihat ada mobil datang ke halaman masjid, dari dalam mobil itu keluar 2orang yg aku masih kenal. Yang satu perempuan bernama tante Grace, yg satunya lagi laki2oom Albert. Mereka berdua merupakan lawyer untuk perusahaan dan keluarga kami. Entahgimana mereka bisa mengetahui aku ada disini. Mereka membawa sebundel amplop, danmengajak aku berbicara.Aku bisa lihat mata tante Grace yg memerah menahan air mata sewaktu dia melihat tempat akutinggal. Bahkan oom Albert suaranya bergetar seperti lehernya tersekat menahan sedih. Merekakatakan diutus oleh orang tua kami. Karena orang tua kami sudah tahu gimana keadaan kusekarang. Mereka katakan didalam amplop yg mereka pegang isinya surat2 bank, ATM,Ijasahku, yg bisa aku miliki lagi. Bahkan aku dijemput untuk pulang ke rumah mama papa ku.Sejenak aku berbahagia, aku pikir orang tuaku sudah terbuka hatinya, aku bisa pergunakan uang
  • 13. yg cukup banyak itu untuk hidup yg lebih baik dgn anakku. Tetapi dengan suara terpatah2 omAlbert melanjutkan, bahwa mama dan papa memberi syarat. Ketika aku tanyakan apa syaratnya.Mereka berdua nyaris tak sanggup melanjutkan pembicaraan.Tante Grace makin menunduk menahan tangis. Akhirnya om Albert mengatakan kalau syaratnyaaku dan anakku harus kembali ke keyakinan yg dulu aku anut.Saat itu juga aku langsung menjawab, kalau aku tak akan mau menerima amplop itu, dan akukatakan agar kembalikan ke orang tuaku. Mereka amat sangat minta maaf padaku, karenamereka tahu aku tersinggung. Tapi aku juga sadar mereka hanya menjalankan tugas. Bahkantante Grace menambahkan, andai mengikuti hati nurani pasti mereka udah serahkan itu amploppada ku tanpa syarat apapun, tapi mereka terikat profesi mereka.Akhirnya mereka pamit meninggalkan ku. Tapi beberapa saat kemudian mereka balik kembalimenemui ku, aku pikir mereka akan membujukku. Tapi rupanya mereka berinisiatif memfoto copyijasah2 ku dan menyerahkan copynya ke aku. Mereka lakukan atas inisiatif mereka sendiri,walau dengar resiko kehilangan pekerjaan. Mereka katakan hanya itu yg bisa mereka bantuuntukku. Oh terima kasih Tuhan… Sedikit2 Tuhan memberikan jalan untuk ku.Akhirnya aku punya bukti kalau dulu aku pernah sekolah tinggi sampai di luar negri.Rupanya Tuhan sudah cukup mengujiku, dan sepertinya aku mulai diberikan rewards atasketabahanku selama ini. Tuhan mulai memberikan jalan yg terang untuk ku.Suatu pagi di halaman masjid tampak 2 orang perempuan yg sedang mengamati bangunanmasjid. Satunya seorang bule entah dari negri mana, sedangkan satunya lagi perempuan lokal.Kebetulan pak tua sedang di halaman, sehingga mereka menghampirinya, masjid tsb memangunik, karena merupakan bangunan tua, dengan arsitektur melayu kuno, sehingga kadang seringdikunjungi orang, dan biasanya pak tua lah yg menjadi juru bicara, karena memang dia yg tahusejarah masjid tsb.Akupun banyak mendapat carita dari pak tua tentang masjid tsb sehingga aku tahu banyak pulatentang sejarah masjid tsb.Aku hanya perhatikan dari jauh, dua orang pengunjung itu ngobrol dengan pak tua, sampaiakhirnya aku lihat si bule agak kebingungan. Didorong rasa ingin tahu, aku hampiri mereka.Dengan sopan aku perkenalkan diri, dan menawarkan diri untuk membantu. Ternyata si bule ituadalah mahasiswi arsitektur dari Australia yg sedang melakukan study, sedangkanpendampingnya adalah mahasiswi arsitektur dari univ. T di kotaku yg bertugas sebagaipenterjemah, panggil saja „Retno‟. Rupanya si mahasiswi lokal tsb kurang lancar bahasaInggrisnya sehingga membuat si bule kadang kebingungan mendengar terjemahan cerita daripak tua. Dengan sopan pula aku ajukan diri untuk membantu sibule itu. Dengan bahasa inggriskuyg sangat lancar aku ceritakan dari awal sampai akhir semua tentang masjid tsb. Aku ajak pulaberkeliling ke tiap sudut masjid. Si bule tambah takjub ketika aku katakan pernah study dinegrinya. Retno terus memandangiku setengah tidak percaya tentang diriku. Setelah puasmendapatkan informasi, sebelum pulang Retno berjanji akan menemui ku kembali segera, adayg ingin dia tanyakan lebih banyak ttg diriku katanya. Aku dengan senang hati akan menerimakedatangannya kapan saja.Beberapa hari kemudian Retno memang benar2 kembali datang menemuiku, kali ini dia samasekali tidak membicarakan perihal arsitektur masjid. Tapi tentang diriku. Dia amat ingin tahutentang diriku, akhirnya aku ceritakan dari awal sampai saat ini perjalanan hidupku ini. Dia amatbersimpati dan berkeinginan menolong ku. Walau aku tidak mengharapkan pertolong orang lain,
  • 14. tapi aku hargai niatnya membantuku. Dia bilang dengan pendidikan ku dan kemahirankuberbahasa asing, pasti aku akan dapatkan pekerjaan, apalagi aku sekarang sudah mempunyaibukti fotocopy ijasah ku. Kira2 seminggu kemudian dia kembali datang kepadaku, danmenyuruhku membuat surat lamaran, bahkan dia sendiri yg membawa kertasnya danamplopnya.Dia katakan di rektorat univ memerlukan beberapa tenaga honorer. Aku terharu ada orang lainyg peduli mau membatuku tanpa pamrih, aku ucapkan banyak terimakasih padanya. Bagiku diaseperti diutus Tuhan untuk menolongku.Tak lama kemudian aku mendapat kabar gambira, aku dipanggil menghadap ke rektoratuniversitasnya untuk test dan wawancara. Sebelum berangkat aku shalat memohon kapadaAllah agar diberikan kelancaran. Anakku aku titipkan pak tua, yg memang sudah aku anggapsebagai orang tuaku sendiri.Alhamdulilah semua test aku lalui dengan lancar, bahkan sewaktu wawancara bahasa Inggris,justru akulah yg lebih menguasai ketimbang yg mewawancaraiku. Dia sampai menyerah, danmengatakan bhs inggrisku udah perfect melebihi kemampuan dia.Tak sampai seminggu kemudian, Retno mendatangiku lagi, kali ini dia tampak gembira sekali,dia katakan dalam beberapa hari aku akan mendapat surat dari rektorat, yg isinya penerimaanaku sebagai karyawan. Dia bisa lebih dulu tahu karena ada temannya yg bekerja disana.Langsung aku menuju masjid dan bersujud sukur lama sekali. Aku merasa telah lulus segala testyg diujikan Allah terhadapku. Memang kadangkala aku sering bertanya pada Allah, apakahkarena aku mualaf sehingga Allah kurang percaya dengan keimananku, sehingga perlumengujinya dengan ujian yg amat berat.Walau sebagai karyawan honorer tapi aku sudah bersukur, yg penting aku sudah memperolehpenghasilan yg layak. Kerjaanku membantu bagian keuangan di rektorat, memang sesuaidengan ilmuku, tetapi mulai banyak orang yg tahu kalau aku lulusan dari luar negri. Setiap adaseminar dan memerlukan makalah dalam bahasa Inggris pasti aku yg diberikan tugas tambahanuntuk menyusunnya. Akupun banyak membantu menterjemahkan litelatur2 asing untukdipergunakan para mahasiswa. Nyaris sejak 3 tahun terakhir, aku tidak pernah membeli bajubaru. Dengan gajiku sekarang aku sudah bisa membeli lagi. Aku amat sangat senang bukanmain, bisa membelikan pakaian yang bagus2 untuk anakku. Bahagia rasanya melihat anakkubisa aku berikan pakain yg layak. Pakaian sekolahnya yg sudah menguning, sekarang sudah akubelikan yg baru putih bersih, dan juga sepatu baru. Sepatunya yg dulu robek, masih aku simpansebagai kenangan.Beberapa bulan kemudian aku sudah mampu mengontrak rumah sendiri, sebelum akumeninggalkan masjid tsb tak lupa aku berpamitan kerumah pak Imam, aku ucapkan banyakterimakasih atas pertolongannya, beliau katakan yg menolong bukan dia tetapi Allah SWT ygmenolongku. Aku peluk dia lama sekali, dan aku katakan dahulu aku mengucapkan syahadatdidepan dia, dan aku tak akan pernah mengingkarinya seumur hidupku, apapun yg terjadi.Sebelum pergi, aku sempat memandangi kamarku untuk terakhir kali, sempat beberapa menitaku tertegun, membayangkan, mungkin kelak ruangan ini akan dipakai oleh orang2 yg senasibseperti aku…..Aku berharap Semoga Allah memberi kekuatan….Setelah aku melewati segala cobaan, Tuhan tampaknya terus menerus memberikan semacamrewards kepadaku, belum genap setahun aku bekerja, pihak rektorat meberikan kabar, kalaustatusku akan di tingkatkan menjadi karyawan tetap, bahkan beberapa dosen senior sudahmenawariku untuk membantu mengajar. Memang rekan2 kerjaku mengatakan, kalau karirku
  • 15. bakal amat bagus, karena orang dengan kemampuan sepertiku amat dibutuhkan.Mereka bilang,kesuksesanku hanya menunggu waktu saja. Aku hanya bisa mengucap puji syukur Alhamdulilah.Andai dulu aku sering berdoa dengan linangan air mata kesedihan, sekarangpun aku masihsering menangis ketika berdoa, tapi kali ini aku menangis bahagia.Sampai saat ini aku masih sendirian, aku bertekad membesarkan anakku sebaik2nya, bagikuaku masih merasa istri dari mas Fariz. Masih sulit rasanya menggantikan dia dihatiku. Seperti ygaku pernah katakan, dia bukan hanya suami, tetapi soulmate ku, dan tak tergantikan. Tetapientah kalau Allah mempunyai rencana lain untukku. Tiap memandang anakku, aku sepertimelihat mas Fariz. Seperti dia masih mendampingiku.Alhamdulilah dengan penghasilanku sekarang ini aku kini bahkan sudah mampu membelisepeda motor untuk keperluan transportasiku. Kadang diakhir pekan aku berboncengan dengananakku jalan2 rekreasi. Kadangkala aku sengaja lewat depan rumah orang tuaku, sambil akukatakan bahwa itulah rumah opa dan oma. Sering anakku bertanya, “Ma kapan kita pergi mainkerumah oma-opa? ” Aku tak bisa menjawab, karena menahan air mata….Walaupun begitu aku terus berdoa, semoga suatu saat kelak, kedua orangtuaku dibukakan pintuhatinya, kalaupun tidak mau menerima aku lagi, mohon terima anakku, cucunya, darah dagingmereka sendiri.Wassalam, 
                                                        &&&&& 

sumber :http://thirtamanik.blogspot.com/2013/06/kisah-nyata-mualaf-yang-sangat.html

KISAH NYATA MUALAF YANG SANGAT MENGHARUKAN

Posted by : yusep hermawan
Date :
With 0komentar

Demi Cinta, Pria Rela Berlutut Dan Tak Mau Lepas Dari Kaki Gebetannya

|
Baca selengkapnya »

Demi Cinta, Pria Rela Berlutut Dan Tak Mau Lepas Dari Kaki Gebetannya

Cinta kawula muda masa kini memang lebih ekstrim dan blak-blakan dibanding pasangan jaman dulu. Tak sedikit di antara mereka yang mau menunjukkan kemesraa di depan publik. Bahkan ada yang menyatakan cinta dengan sangat sensasional di depan umum. 
Salah satunya terjadi di depan toko komputer Quanta, China, pada beberapa waktu lalu. Seorang pria dengan seikat bunga, menghadapi seorang wanita. Dilansir dari Stomp, foto ini suah tersebar secara viral di dunia maya karena pernyataan cinta yang nampak sangat dramatis itu. 

Sementara itu, Shanghaiist menyampaikan bahwa sepertinya project menyatakan cinta ini tak berjalan baik. Pria itu memberikan sebuah buket bunga, namun sayangnya sang wanita melemparnya. Maka pria itu jatuh berlutut dan memeluk kakinya. 
Yang membuat orang-orang tak habis pikir adalah bagaimana pria ini sepertinya menjatuhkan harga diri dengan memohon-mohon pada wanita itu. Begitu mengibanya sampai tak mau lepas dan ikut terseret saat wanita itu hendak pergi.

Fenomena kisah cinta tragis belakangan ini sangat marak di China. Tahun lalu, seorang pria ditampari kekasihnya di depan umum karena selingkuh. Sementara itu, beberapa waktu lalu foto para wanita yang 'menggunakan' pacarnya sebagai kursi juga sempat menjadi tren.
Mengingat saat ini adalah jamannya generasi online, hal seperti ini dengan cepat menjadi sensasi di internet. Netizen agak menyayangkan sikap pria tersebut yang terkesan berlebihan dalam menyatakan cintanya. Bagaimana menurut pendapat Anda, Ladies?  
Prev
▲Top▲